Film Cigarette Girl, produksi Netflix yang diadaptasi dari novel Gadis Kretek karya Ratih Kumala, tengah menjadi perbincangan hangat. Bukan hanya karena kualitas sinematografinya yang telah diakui banyak orang, tetapi juga karena kemunculan kretek secara eksplisit di tengah regulasi anti-tembakau yang ketat. Terlepas dari pro dan kontra yang muncul, film ini berhasil membawa kembali perhatian publik pada sejarah industri kretek di Indonesia.
Sejarah Kretek di Indonesia
Sejarah kretek di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari legenda Roro Mendut yang hidup pada era Sultan Agung (abad ke-16). Kemudian, pada abad ke-19, muncul kisah Djamhari yang menemukan racikan rokok cengkeh. Setelahnya, Mbok Nasila turut meracik kretek, yang kemudian dikembangkan oleh suaminya, Nitisemito, menjadi perusahaan rokok besar bernama Tjap Bal Tiga pada tahun 1914.
Kisah Nitisemito ini juga menjadi inspirasi novel Sang Raja karya Iksaka Banu, yang mengambil latar waktu antara tahun 1900 hingga 1953.
Industri Kretek dan Peran Perusahaan Asing
Pada awal 1900-an, industri tembakau dan produknya—baik rokok maupun cerutu—mengalami pertumbuhan pesat di Indonesia. Berbagai industri bermunculan, dari skala kecil hingga besar. Jawa Tengah dikenal dengan industri rokoknya, sementara wilayah Tapal Kuda di Jawa Timur berkembang pesat dalam industri tembakau cerutu.
Tak hanya perusahaan lokal, beberapa perusahaan asing juga menjalin kemitraan di Indonesia, seperti British American Tobacco (BAT) pada tahun 1953 dan Philip Morris pada tahun 1958.
Catatan Kritis untuk Film Gadis Kretek
Meskipun film ini mendapat banyak pujian, ada satu detail yang kurang sesuai dalam penggambaran proses produksi tembakau. Dalam salah satu adegan yang berlatar di gudang pengeringan, terlihat proses air drying, di mana tembakau digantung. Metode ini sebenarnya lebih umum digunakan untuk tembakau cerutu, bukan untuk rokok atau kretek.
Bagaimana menurut kalian? Jika ada referensi atau pendapat lain, silakan tulis di kolom komentar atau kirim pesan. Saya akan dengan senang hati berdiskusi lebih lanjut!.
Salam, Elok – TembakauFolklore