Dunia Tanpa Identitas: Tembakau sebagai Simbol Komunitas Terbayang

Pada 13-14 Januari 2017, Universitas Sanata Dharma di Yogyakarta menyelenggarakan konferensi internasional bertajuk “Reviving Benedict Anderson: Imagined (Cosmopolitan) Communities” untuk mengenang kontribusi Benedict Anderson, seorang sejarawan terkemuka yang dikenal melalui karyanya “Imagined Communities”. (ivaa-online.org)

Salah satu makalah yang dipresentasikan dalam konferensi tersebut adalah “Dunia Tanpa Identitas: Realitas Mendunianya Tembakau” karya Elok Mahbubah. Dalam makalah ini, Mahbubah mengeksplorasi bagaimana tembakau, sebagai komoditas global, telah membentuk komunitas-komunitas kosmopolitan yang melampaui batas-batas nasional. Pendekatan ini sejalan dengan konsep “komunitas terbayang” yang diperkenalkan oleh Anderson, di mana identitas kolektif dibentuk melalui imajinasi bersama, meskipun para anggotanya tidak saling mengenal secara langsung.

Mahbubah menyoroti bagaimana tembakau, yang pada awalnya digunakan secara tradisional sebagai obat dan rokok lintingan, telah mengalami perjalanan panjang sebagai komoditas ekspor sejak abad ke-19. Dengan masuknya pengusaha Belanda, tembakau diintegrasikan ke dalam sistem perkebunan kolonial, yang berdampak besar pada pertumbuhan ekonomi, sosial, dan demografi di daerah seperti Deli, Klaten, dan Jember.

Hingga dekade 1980-an, industri tembakau Indonesia mengalami puncak kejayaannya, baik untuk ekspor cerutu maupun produksi rokok lokal. Perkebunan berkembang luas, perusahaan rokok bermunculan, dan lapangan pekerjaan melimpah. Namun, dalam beberapa dekade terakhir, industri ini menghadapi tantangan besar: regulasi kesehatan yang semakin ketat, persaingan global yang didominasi oleh modal besar, serta kebijakan perdagangan bebas yang tidak selalu menguntungkan produsen lokal.

Kapitalisme Global dan Pudarnya Identitas Tembakau Lokal

Mahbubah mencatat bagaimana perusahaan-perusahaan tembakau dan rokok lokal di Indonesia semakin tersingkir akibat ekspansi modal asing. Di Jember, misalnya, pada tahun 1970 terdapat sekitar 50 perusahaan tembakau yang memasok pasar ekspor dan domestik. Namun, saat ini jumlahnya berkurang drastis menjadi kurang dari 20, dengan banyak yang telah diakuisisi oleh perusahaan multinasional.

Fenomena ini bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga tentang identitas. Varietas tembakau khas dari berbagai kota di Indonesia kini dapat direplikasi di luar negeri, melemahkan daya saing petani dan pengusaha lokal. Petani yang tidak terintegrasi dalam rantai produksi perusahaan multinasional mengalami kesulitan dalam aspek on-farm maupun off-farm. Bahkan, produk ikonik seperti kretek Indonesia menghadapi penolakan di pasar internasional, terutama di Amerika Serikat, memicu perlawanan dalam bentuk propaganda budaya untuk mempertahankan eksistensi tembakau lokal.

Membayangkan Komunitas Kosmopolitan Tembakau

Dalam pemikirannya tentang imagined communities, Ben Anderson menekankan bahwa komunitas tidak selalu terbentuk karena faktor geografis atau etnis, tetapi juga melalui imajinasi kolektif yang diperkuat oleh pengalaman bersama. Mahbubah menerapkan perspektif ini ke dalam dunia tembakau: melalui sejarah panjangnya, tembakau telah menciptakan komunitas global yang terdiri dari petani, buruh, pengusaha, dan konsumen yang saling terhubung meski tidak selalu saling mengenal.

Ironisnya, di era kapitalisme global, komunitas yang sebelumnya dibangun oleh tembakau justru mulai terkikis. Identitas lokal yang pernah menguat lewat produksi tembakau kini semakin kabur akibat dominasi perusahaan multinasional. Dalam konteks ini, kita dapat melihat bagaimana identitas digunakan ketika menguntungkan pihak tertentu, tetapi juga dengan mudah diabaikan ketika dianggap tidak relevan secara ekonomi dan politik.

Tembakau dan Perjuangan Identitas Lokal

Melalui kajian Mahbubah, kita tidak hanya memahami tembakau sebagai komoditas ekonomi, tetapi juga sebagai elemen yang membentuk dan menghapus identitas. Jika pada masa lalu tembakau berperan dalam membangun komunitas imajiner di tingkat lokal dan global, kini ia menjadi saksi dari bagaimana identitas dapat dikendalikan oleh kepentingan modal besar.

Dalam semangat pemikiran Anderson, tantangan bagi industri tembakau Indonesia ke depan adalah bagaimana membangun kembali komunitas yang lebih berdaulat atas identitas dan sumber daya mereka sendiri. Di tengah tekanan global, apakah tembakau masih dapat menjadi simbol kebanggaan dan alat perjuangan ekonomi bagi masyarakat lokal?

Semoga tembakau dan cerutu Indonesia terus berjaya.



BENEDICT ANDERSON: Imagined (Cosmopolitan) Communities (Revised Edition 2006)

1

Article Writter By

debako

Dekatkan tembakau dan kopi
  1. Erasmo

    I love the actionable steps you’ve included; it makes implementing your advice easier.

Write a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *